KONFLIK BATIN
A. Psikologi
Sastra
Psikologi sastra
merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh tiga pendekatan studi. Menurut
Roekhan (dalam Endraswara, 2003: 9), pendekatan tersebut antara lain:
a. Pendekatan
tekstual, yaitu mengkaji aspek psikologi sang tokoh dalam sebuah karya sastra.
b. Pendekatan
representatif pragmatik, yaitu mengkaji aspek psikologi pembaca sebagai
penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya,
serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra.
c. Pendekatan
ekspresif, yaitu aspek psikologi sang penulis ketika melakukan proses
kreatif yang terproyeksi melalui karyanya, baik penulis sebagai
pribadi maupun wali masyarakat. Psikologi dan sastra memiliki hubungan
fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan
orang lain. Perbedaannya adalah bahwa gejala kejiwaan yang terdapat dalam
sastra adalah gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam
psikologi adalah manusia-manusia riil (Aminuddin, 1990:93 ).
B. Konflik
Batin
Hardjana (1994: 23)
mengemukakan bahwa konflik terjadi manakala hubungan antara dua orang atau dua
kelompok, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan yang lain, sehingga
salah satu atau keduanya saling terganggu. Konflik adalah percekcokan,
perselisihan atau pertentangan. Dalam sastra, diartikan bahwa konflik merupakan
ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama yakni
pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh,
pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya. Pengertian konflik batin menurut
Alwi, dkk. (2005: 587) adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan
atau lebih, atau keinginan yang saling bertentangan untuk mengusai diri
sehingga mempengaruhi tingkah laku. Selain itu, Irwanto (dalam Fitriannie,
1997: 207) menyebutkan pengertian konflik adalah keadaan munculnya dua atau
lebih kebutuhan pada saat yang bersamaan. Pendapat lain mengenai jenis konflik
disebutkan oleh Kurt Lewin (1997: 213-216), bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk,
antara lain sebagai berikut.
- Konflik
mendekat-mendekat (approach-aproach conflict)
Konflik ini timbul jika
suatu ketika terdapat dua motif yang kesemuanya positif (menyenangkan atau
menguntungkan) sehingga muncul kebimbangan untuk memilih satu di antaranya.
- Konflik
mendekat-menjauh (approach -avoidance conflict)
Konflik ini timbul jika
dalam waktu yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu objek,
motif yang satu positif (menyenangkan), yang lain negatif (merugikan, tidak
menyenangkan). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau menjauhi
objek itu.
- Konflik
menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict)
Konflik ini terjadi
apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif yang negatif, dan muncul
kebimbangan karena menjauhi. motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang
lain yang juga negatif. Umumnya, konflik dapat dikenali karena beberapa ciri,
yaitu 1) Terjadi pada setiap orang dengan reaksi berbeda untuk rangsangan yang
sama.
Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang sifatnya pribadi.
2) Konflik terjadi
bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira
sama sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan.
3) Konflik dapat
berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi
bisa juga berlangsung lama, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun (Sobur, 2007: 293).
C. Faktor-faktor
Konflik Batin
Freud (dalam Kusumawati,
2003: 33) Menyatakan bahwa faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam
beberapa gangguan batin antara lain: 1) teori agresi, 2) teori kehilangan, 3)
teori kepribadian, 4) teori kognitif, 5) teori ketidakberdayaan, dan 6) teori
perilaku.
1) Teori
Agresi
Teori agresi menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan
marah yang ditujukan kepada diri sendiri. Agresi yang diarahkan pada diri
sendiri sebagai bagain dari nafsu bawaan yang bersifat merusak. Untuk beberapa
alasan tidak secara langsung diarahkan pada objek yang nyata atau objek yang
berhubungan dengan perasaan berdosa atau bersalah. Prosesnya terjadi akibat
kehilangan atau perasaan terhadap objek yang sangat dicintai.
2) Teori
Kehilangan
Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu
dengan benda atau seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman dan
nyaman. Hal penting dalam teori ini adalah kehilangan dan perpisahan sebagai
faktor predisposisi terjadinya depresi dalam kehidupan yang menjadi faktor
pencetus terjadinya stress.
3) Teori
Kepribadian
Teori kepribadian merupakan konsep diri yang negatif dan harga
diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang
terhadap stressor. Pandangan ini memfokuskan pada varibel utama
dari psikososial yaitu harga diri rendah.
4) Teori
Kognitif
Teori kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif sesorang terhadap dirinya
sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Individu dapat berpikir tentang
dirinya secara negatif dan tidak mencoba memahami kemampuannya.
5) Teori
Ketidakberdayaan
Teori ketidakberdayaan menunjukkan bahwa konflik batin dapat
menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali
terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang
respon yang adaptif.
6) Teori
Perilaku
Teori
perilaku menunjukkan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan
positif dalam berinteraksi dengan lingkungan. Depresi berkaitan dengan
interaksi antara perilaku individu dengan lingkungan. Teori ini memandang bahwa
individu memiliki kemampuan untuk memeriksa dan mempertimbangkan perilakunya.
Mereka bukan hanya melakukan reaksi dari faktor internal. Individu tidak
dipandang sebagai objek yang tidak berdaya yang dikendalikan lingkungan, tetapi
tidak juga bebas dari pengaruh lingkungan dan melakukan apa saja yang mereka
pilih tetapi antar individu dengan lingkungan memiliki pengaruh yang bermakna
antar satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan
teori diatas terkadang kita-pun sebagai manusia pasti pernah mengalaminya, konflik
batin muncul akibat adanya dua atau lebih pertentangan yang terjadi di dalam
diri kita, sebuah pemikiran yang berbeda-beda dan menyebabkan konflik dimana
kita sendiri pun harus mencari jalan keluarnya.
Saya juga
pernah dan hampir sering merasakan konflik batin dikala saya sedang kebingungan
mengambil keputusan, contoh salah satunya adalah saat saya bimbang memutuskan
untuk memilih jurusan yang akan saya ambil, sebelum saya memilih jurusan Teknik
Informatika ini, saya ingin ke Jurusan Psycologies, entah kenapa saya merasa
cocok dengan jurusan Psycologies, karna menurut saya dan teman-teman saya, saya
itu orangnya suka berusaha membanca pikiran dan maksud seseorang melalui mata, mimik
wajah, ucapan, dan tingkah laku, bukan berarti saya ini mempunyai indra ke
enam. Memang tidak semua teman saya, saya beritahu, hanya kepada teman-teman
tertentu yang dekat dengan saya, namun setelah saya berdiskusi dengan orang
tua, mereka tidak setuju, karna sangat jauh dan merugikan buat saya sendiri,
kebetulan saya adalah lulusan dari SMK jurusan TKJ, dan maksud orang tua saya
adalah “mau dikemanakan ilmu yang sudah kamu dapatkan di SMK ?” saya berfikir, ada
benarnya juga kata orang tua saya, saya sudah diajarkan di SMK banyak sekali
tentang ilmu Jaringan Komputer dan Software Komputer, dan beberapa sertifikat
pelatihan yang sudah saya miliki tentang Jaringan, Software, dan Developer,
sungguh sangat disayangkan bila semuanya itu saya tinggalkan sia-sia. Setelah itu
saya mulai memikirkan matang-matang atas apa yang akan saya putuskan nanti, dan
akhirnya saya memutuskan untuk mengambil Jurusan Teknik Informatika atas
kemauan saya sendiri dan didukung oleh orang tua saya.
Sekian tulisan
saya dan referensi dari www.bintangmuhammad81.blogspot.com
semoga bermanfaat, dan terima kasih.
Riyan
Efendy
Teknik
Informatika
Universitas
Gunadarma
Sumber :
http://bintangmuhammad81.blogspot.com/2013/03/konflik-batin.html
Komentar
Posting Komentar